Langsung ke konten utama

Sultan HB X & Dukungan Golkar

Oleh Agus Wibowo *
Dimuat di Harian Joglosemar.
Edisi 20 Oktober 2008.

Hari ini merupakan peringatan ulang tahun yang ke-44 Partai Golkar (PG). Di usia yang tidak muda lagi, PG mestinya sudah mampu melaksanakan cita-cita yang diamanatkan para founding father. Lebih dari itu, PG harus mampu mempertahankan “Doktrin Karya Kekaryaan”, yang merupakan simbol perlawanan kelompok non-partisan terhadap budaya buruk Parpol. Kesadaran ini menjadi penting, pasalnya, dalam sistem multipartai para elite Parpol lebih sering fokus pada perebutan kekuasaan, memproduksi ketegangan atau konflik antar-kelompok pendukung, yang muaranya menimbulkan perpecahan bangsa.

Tidak dimungkiri, PG saat ini menjelma sebagai partai besar, partai terpopuler di kalangan anak muda, dan partai yang bakal dipilih oleh mayoritas pemilih pada Pemilu 2009. Hasil riset yang dilakukan Quest Research Indonesia (QRI) bekerja sama dengan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP), menunjukkan bahwa PG menempati urutan pertama, yang dipilih 26 persen responden diikuti PDIP (25,7), Partai Demokrat (12), PKS (12), PKB (6,9), PAN (6,6), PPP (4) dan Partai Demokrasi Pembaruan (2,3). Sebelumnya, hasil survei yang dilakukan Center for Strategic and International Studies (CSIS), menunjukkan bahwa Partai Golkar merupakan partai yang banyak dipilih responden bersama PDI Perjuangan jika pemilu dilakukan hari ini.

Tingginya kepercayaan masyarakat itu, harus disikapi secara arif oleh PG, dengan menempatkan calon legislatif (Caleg), atau Capres/Cawapres, yang benar-benar mumpuni, mendengar aspirasi rakyat akar rumput (grassroots), dan mampu menciptakan perubahan yang lebih baik bagi bangsa ini.

Memang, dalam Rapat Pimpinan Nasional IV PG, telah terbentuk dua faksi terkait siapa kandidat Capres. Faksi Jusuf Kalla (JK) menghendaki agar Golkar mendukung kembali pencalonan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-JK. Tetapi, faksi lain, yakni Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), telah menyuarakan dukungan kepada Sultan Hamengku Buwono X. SOKSI merupakan salah satu ormas Tri Karya, pendiri PG bersama Kosgoro dan MKGR, pada 20 Oktober 1964.

Usulan nama di luar JK, kata Alfan Alfian (2008), tentu saja positif. Itu merupakan bagian menarik dari dinamika PG, mengingat skenario politik faksi JK tidak otomatis akan memperoleh dukungan bulat. Faktor dinamika politik amat mendasar sebelum ditetapkan hasil akhir pasangan Capres.

Nama Sultan HB X, belakangan meroket pascakeluarnya Keppres SBY (9/10/ 2008), yang “memaksa” raja Jawa itu mengingkari “Sabda Pandita Ratu” pada Pisowanan Agung. Pengangkatan itu terkait belum selesainya Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK). Masyarakat menganggap SBY, melalui juru bicara kepresidenan, berbuat aniaya karena menganggap Sultan HB X mengamini sistem “monarki absolut” di DIY. Kontroversi itu juga menimbulkan stigma negatif masyarakat terhadap SBY dan dinilai tidak mau belajar dari dirinya —yang dahulu dizalimi Megawati— ternyata justru tampil sebagai pemenang pada Pilpres 2004.

Kebersediaan Sultan diangkat kembali menjadi Gubernur DIY, sejatinya sebuah dilema, tetapi justru semakin mengharumkan namanya. Jika saja Sultan menerjemahkan falsafah Jawa ratu tan keno wola-wali kaku dan apa adanya, maka otomatis dia tidak akan bersedia menjadi Gubernur DIY, meski dipaksa oleh siapapun. Tetapi, Sultan HB X dengan kearifannya tidak memegang kuat-kuat falsafah itu, lantaran kecintaan terhadap rakyat atau kawulanya. Oleh karena itu, ia rela menjadi tumbal keharmonisan vertikal (antara gubernur dengan presiden), dan horisontal; yaitu ketentraman rakyat DIY yang akan terusik jika dirinya tidak mau diangkat lagi sebagai gubernur.

Sosok Karismatik
Jauh sebelum kontroversi itu, nama Sultan HB X sebenarnya sudah sangat populer. Menurut hasil survei yang dilakukan LSN bulan Januari-Mei 2008, Sultan HB X merupakan capres populer dan favorit, jauh melebihi Presiden SBY dan Megawati. Perihal kredibilitas, Sultan dikenal sebagai tokoh reformis yang berpenampilan kalem dan berwatak pluralis. Karakter ini dianggap sesuai dengan kondisi objektif Indonesia saat ini yang sangat plural. Pencalonan Sultan HB X juga dianggap sebagai salah satu strategi pencegahan anjloknya suara PG, karena menurunnya citra JK. Pendek kata, Sultan dinilai sekelas “kepala suku” yang mampu menggerakkan pasukannya di lapangan, dan mendongkrak perolehan suara pada Pemilu 2009.

Apalagi, kondisi kultural rakyat kita masih terbiasa dengan figur kepemimpinan karismatik tradisionalistik. Hal ini tidak lepas dari akar historisitas kepemimpinan kita yang selalu merujuk pada sebuah kerajaan. Hadirnya alam demokrasi yang sudah berjalan beberapa dasawarsa belum mampu memberi makna lain pada sosok kepemimpinan.
Kita bisa belajar dari suksesnya SBY meraih kursi presiden. Pada awalnya, ia hanya dicalonkan oleh beberapa partai kecil (gurem). Tetapi, sistem pemilihan presiden secara langsung memberikan keuntungan bagi SBY. Rakyat yang sebelumnya telah jatuh hati kepada sosok SBY yang elegan, tampan dan karismatik, langsung menjatuhkan pilihan untuk SBY.

Sultan HB X juga memiliki kriteria sebagaimana SBY. Penerimaan Sultan HB X terhadap rakyatnya dalam Pisowanan Agung, selain menimbulkan rasa haru, juga dirasakan sebagai tetesan embun di tengah dahaga rakyat yang haus teladan pemimpinnya. Di tengah atmosfer politik yang penuh hawa nafsu berburu kekuasaan, kepalsuan, kemunafikan, sikap oportunistik dan sikap menghalalkan cara, Sultan HB X menunjukkan kepemimpinan dan keteladanan sebagai wujud konsistensi dan keberpihakan Keraton pada kepentingan rakyat.

Momentum Pisowanan Agung yang diliput berbagai media menjadi semacam kampanye pendahuluan bagi Sultan untuk meraih simpati rakyat. Lebih-lebih para mahasiswa yang pernah hidup di Jogja, secara tidak langsung menjadi juru kampanye (jurkam) Sultan di daerah masing-masing. Pelan tapi pasti, kendaraan politik Sultan bakal menghantarkannya ke kursi presiden.

Pada akhirnya, figur Sultan HB X sebagai pemimpin karismatik dan linuwih sudah semestinya dirangkul oleh DPP Golkar —misalnya disandingkan dengan JK atau yang lain. Sultan HB X merupakan kendaraan politik yang sangat efektif pada Pemilu dan Pilpres 2009, maka jika terlambat, bukan tidak mungkin Sultan dirangkul oleh partai lain. Jika demikian, PG akan kehilangan salah satu kader ideal dan aset besar partai ini. Buktikan saja!

* Penulis adalah Peneliti Utama FKPP Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Publikasi di Jurnal Internasional Terindeks SCOPUS (Tahun 2018-2020)

Siron, Y., Wibowo, A., & Narmaditya, B.S. (2020). Factors affecting the adoption of e-learning in indonesia: Lesson from Covid-19. Journal of Technology and Science Education, 10(2), 282-295.  https://doi.org/10.3926/jotse.1025 Assessment of Household Happiness in Slum Environment Usingthe Expected Value Rules : Bagus Sumargo*, Zarina Akbar and Agus Wibowo Antecedents of Customer Loyalty: Study from the Indonesia’s Largest E-commerce Leadership Styles and Customer Loyalty: A Lesson from Emerging Southeast Asia’s Airlines Industry Does Entrepreneurial Leadership Matter for Micro-Enterprise Development?: Lesson from West Java in Indonesia Determinant Factors of Young People in Preparing for Entrepreneurship: Lesson from Indonesia Wardana, L.W., Narmaditya, B.S., Wibowo, A., Mahendra, A.M., Wibowo, N.A., Harwida, G., Rohman, A.N. (2020). The Impact of Entrepreneurship Education and Students’ Entrepreneurial Mindset: The Mediating Role of Attitude and Self-Efficacy. Heliyon 6 (2020) e0

Ketimpangan Ekonomi Global dan Kemiskinan

Oleh Agus Wibowo Tulisan ini dimuat Harian Pelita Edisi Rabu, 02 Desember 2009 Program pemulihan ekonomi dan pengurangan jumlah rakyat miskin, kembali menghadapi ancaman mahaberat. Sebagaimana laporan Bank Dunia mengenai perkembangan Asia Timur dan Pasifik terbaru bertajuk Transforming the Rebound Into Recovery menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia, lebih-lebih Asia Timur dan Pasifik mengalami ketimpangan selama resesi terparah sejak Perang Dunia II. Ketimpangan itu terjadi karena ekonomi China mengalami laju pertumbuhan sebesar 8,7% pada tahun 2009, sementara negara-negara di sekelilingnya hanya tumbuh sebesar 1%. China juga diproyeksikan sebagai satu-satunya negara dimana permintaan domestiknya melampaui jumlah permintaan global. Laju pertumbuhan ekonomi China itu, tentu saja berdampak negatif pada negara-negara sekelilingnya. Bahkan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara seperti Asia, Amerika Serikat, kawasan Euro dan Jepang mengalami penurunan selama 3 kuartal. Hanya bebera

Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Bisnis Bali Edisi 16 Januari 2009 Akibat krisis finansial global yang diikuti pemutusan hubungan kerja (PHK), pengangguran di Indonesia mengalami kenaikan. Data Organisasi Buruh Dunia (ILO, 2009), menyebutkan sektor industri/usaha menyumbang sedikitnya 170.000 hingga 650.000orang. Jumlah itu bisa makin meroket akibat goyahnya sejumlah industri inti, yang bakal turut menyeret ratusan industri pendukung. Sebagai contoh adalah industri garmen yang membutuhkan pemasok bahan baku kain, benang, bahan kimia, logistik, sampai komponen mesin yang disebut subkontraktor. Demikian juga industri otomotif dengan jaringan pemasok komponen serta industri pulp dan kertas. Fenomena pengangguran akibat PHK, tentu saja menimbulkan keprihatinan kita bersama. Apalagi, mendekati pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di mana suhu politik tengah memanas. Tingginya angka pengangguran itu — selain berbanding lurus dengan tindak kriminalitas — dikhawatirkan akan digunakan oknum terten