Langsung ke konten utama

Setetes Embun Penyejuk dalam Kegersangan Spiritual

Agus Wibowo *)
Jurnalnet.com (Jogja) :(07/01/2008 - 12:26 WIB)
Judul Buku : Surat Cinta Al-Ghazali : Nasihat-nasihat Pencerahan Hati
Penulis : Islah Gusmian
Penerbit : Mizania PT Mizan Pustaka
Cetakan : Pertama, Maret 2006
Tebal : 236 halaman
Mengapa banyak orang yang berilmu tetapi merasa hidupnya gersang dan tak makna?dan mengapa kita harus menguasai seluruh ilmu jika pada akhirnya tidak bermanfaat bagi diri sendiri apalagi orang lain?. Pertanyaan “men-gelisahkan” itu senantiasa mengusik hati salah seorang murid Imam Al Ghazali.




Kegelisahan ini akhirnya mendorongnya menulis surat kepada gurunya—Imam Ghazali— untuk membuatkan ringkasan tentang ilmu yang bermanfaat. Permintaan tulus dari seorang murid ini akhirnya mendorong Imam Al Ghazali menulis sebuah kitab terkenal yang berjudul kitab Ayyuhal-Walad.




Dunia moderen yang begitu cepat bergulir, diiringi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang sangat pesat pula. Puncak keberhasilan IPTEK adalah manusia berhasil menginjakkan kakinya di bulan—meski diwakili oleh Niel Amstrong levat misi Apollo beberapa tahun silam. Tetapi dalam kejayaan IPTEK tersebut timbul persoalan baru yang disebut Daniel Bell sebagai “kegersangan intelektual spiritual”.




Ilmu serasa tak bermakna dan tak berarti dalam kehidupan. Orang yang berilmu, tetapi ia tidak menemukan apa-apa dalam ilmunya selain kegersangan dan kehampaan. Kaum eksistensial melukiskan posisi manusia ini “dalam kesadaran naif dan eksistensi semu” yang tiada berujung. Akhirnya, lahirlah intelektual-intelektual yang disebut Bergson sebagai ilmuwan yang kehilangan elan vital dalam kehidupannya.




Persoalan ini terjadi karena manusia kehilangan spirit ketuhanan dalam dirinya, hilangnya amal dari ilmu dan hilangnya ilmu dari amal. Untuk mengatasi kegersangan intelektual spiritual tersebut, Al Ghazali dalam kitabnya tersebut memberikan beberapa wasiat diantaranya: pertama, manusia harus senantiasa meneladani ahklaq Rasulullah SAW.




Meneladani pribadi rasul bukan tanpa sebab, semata-mata karena diri dalam beliau terpancar akhlak serta budi pekerti yang luhur tiada tandingannya. Sampai-sampai, seorang orientalis barat bernama Mout Gomory Watt begitu gandrung terhadapnya.




Bahkan dengan jujur George Bernad Shaw —juga seorang orientalis— melukiskan jika rasul hadir pada zaman modern, niscaya beliau dapat mengatasi segala persoalan kehidupan dan membawa kehidupan umat manusia ke arah kebahagian.




Kedua, memanfaatkan waktu secara tepat. Al Quran surat Al-Ashar 1-3 dengan tegas menjelaskan pentingnya penggunaan waktu secara tepat. Hidup akan terasa bermakna manakala kita menghargai waktu.




Ketiga, mengamalkan ilmu dengan ikhlas. Jika menjadi seorang guru, ia harus ikhlas mengamalkan ilmunya kepada murid-muridnya tanpa embel-embel apapun. Laksana ibu pada anaknya dan laksana orang membuang hajat. Transfer ilmu guru pada murid tidak hanya secara kognitif, tetapi seluruh pribadi guru idealnya mewarnai kehidupan muridnya.




Menurut Al Ghazali, seorang guru haruslah berusaha mewarisi budi pekerti Rasulullah SAW. Bandingkan dengan guru-guru yang mengajar saat ini, di mana hubungan antara guru dengan murid hanya diukur dari sudut finansial saja, tanpa ada rasa tanggung jawab terhadap ilmu yang telah diajarkannya.




Keempat, menghiasi malam dengan shalat tahajud. Menurut tradisi Tao saat sepertiga malam terakhir energi yang akan aktif hingga pada titik optimal. Energi yang adalah energi aktif alam raya ini. Oleh karena itu penganut ajaran Tao menggunakan waktu tersebut untuk melatih chi kung dan taichi —yaitu menyerap energi yang seoptimal mungkin. Efeknya, tubuh menjadi sehat dan pikiran menjadi jernih. Sangat tepat bila Rasulullah menganjurkan umatnya untuk melakukan zikir dan tafakur. Kegiatan tersebut membuat tubuh kita menyerap energi yang sehingga hati menjadi tentram dan kreatifitas pun meningkat pula. (hal 89)




Kelima, investasikan dunia untuk akhirat, artinya menjadikan seluruh kegiatan di dunia sebagai amalan untuk kehidupan di akhirat kelak. Kelima, menjaga tuhan dalam hati dan menyerahkan hidup pada kehendak-Nya. Artinya menjadikan tuhan sebagai kekasih di atas segala-galanya. Karena tuhan sudah menjadi kekasih kita, maka kita akan melakukan apa saja untuk kekasih kita tersebut. Tak ada seseorang yang akan menolak manakala diminta berkorban untuk pujaan hatinya.




Membaca buku ini laksana menemukan oase di padang pasir yang tandus, kita akan disuguhi nasihat luhur yang diterjemahkan dengan konteks kehidupan nyata. Hasilnya, penghayatan yang sangat sempurna. Meskipun buku ini hanya merupakan “penafsiaran kontekstual” atas kitab Ayyuhal-Walad kaya Imam Ghazali tetapi cukup membumi dengan kehidupan sehari-hari sehingga bisa menjadi embun penyejuk dalam kegersangan sepiritual manusia modern.[]


*) Penulis adalah Alumni Mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Sunan kalijaga Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Publikasi di Jurnal Internasional Terindeks SCOPUS (Tahun 2018-2020)

Siron, Y., Wibowo, A., & Narmaditya, B.S. (2020). Factors affecting the adoption of e-learning in indonesia: Lesson from Covid-19. Journal of Technology and Science Education, 10(2), 282-295.  https://doi.org/10.3926/jotse.1025 Assessment of Household Happiness in Slum Environment Usingthe Expected Value Rules : Bagus Sumargo*, Zarina Akbar and Agus Wibowo Antecedents of Customer Loyalty: Study from the Indonesia’s Largest E-commerce Leadership Styles and Customer Loyalty: A Lesson from Emerging Southeast Asia’s Airlines Industry Does Entrepreneurial Leadership Matter for Micro-Enterprise Development?: Lesson from West Java in Indonesia Determinant Factors of Young People in Preparing for Entrepreneurship: Lesson from Indonesia Wardana, L.W., Narmaditya, B.S., Wibowo, A., Mahendra, A.M., Wibowo, N.A., Harwida, G., Rohman, A.N. (2020). The Impact of Entrepreneurship Education and Students’ Entrepreneurial Mindset: The Mediating Role of Attitude and Self-Efficacy. Heliyon 6 (2020) e0

Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Bisnis Bali Edisi 16 Januari 2009 Akibat krisis finansial global yang diikuti pemutusan hubungan kerja (PHK), pengangguran di Indonesia mengalami kenaikan. Data Organisasi Buruh Dunia (ILO, 2009), menyebutkan sektor industri/usaha menyumbang sedikitnya 170.000 hingga 650.000orang. Jumlah itu bisa makin meroket akibat goyahnya sejumlah industri inti, yang bakal turut menyeret ratusan industri pendukung. Sebagai contoh adalah industri garmen yang membutuhkan pemasok bahan baku kain, benang, bahan kimia, logistik, sampai komponen mesin yang disebut subkontraktor. Demikian juga industri otomotif dengan jaringan pemasok komponen serta industri pulp dan kertas. Fenomena pengangguran akibat PHK, tentu saja menimbulkan keprihatinan kita bersama. Apalagi, mendekati pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di mana suhu politik tengah memanas. Tingginya angka pengangguran itu — selain berbanding lurus dengan tindak kriminalitas — dikhawatirkan akan digunakan oknum terten

Ketimpangan Ekonomi Global dan Kemiskinan

Oleh Agus Wibowo Tulisan ini dimuat Harian Pelita Edisi Rabu, 02 Desember 2009 Program pemulihan ekonomi dan pengurangan jumlah rakyat miskin, kembali menghadapi ancaman mahaberat. Sebagaimana laporan Bank Dunia mengenai perkembangan Asia Timur dan Pasifik terbaru bertajuk Transforming the Rebound Into Recovery menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia, lebih-lebih Asia Timur dan Pasifik mengalami ketimpangan selama resesi terparah sejak Perang Dunia II. Ketimpangan itu terjadi karena ekonomi China mengalami laju pertumbuhan sebesar 8,7% pada tahun 2009, sementara negara-negara di sekelilingnya hanya tumbuh sebesar 1%. China juga diproyeksikan sebagai satu-satunya negara dimana permintaan domestiknya melampaui jumlah permintaan global. Laju pertumbuhan ekonomi China itu, tentu saja berdampak negatif pada negara-negara sekelilingnya. Bahkan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara seperti Asia, Amerika Serikat, kawasan Euro dan Jepang mengalami penurunan selama 3 kuartal. Hanya bebera