Langsung ke konten utama

Dana Pemilu, Pendidikan dan Kemiskinan (2-Habis)

Dimuat Harian Kaltim Post, Edisi Senin, 12 Nopember 2007
Tentu saja, anggaran yang hanya 12 persen tersebut tidak cukup untuk mengurusi gawe mencerdaskan rakyat. Pada gilirannya, kualitas pendidkan dan sumberdaya manusia (SDM) kita merosot tajam, jauh di bawah beberapa negara tetangga (Malaysia, Singapura, Philipina, Brunai dan sebagainya).
Logika sederhana, tidak pas jika hanya untu gawe lima menit dalam lima tahun—meminjam istilah Emha Ainun Najib (Cak Nun)—harus mengorbankan kepentingan rakyat yang jauh lebih penting dan fundamental. Anggaran sebanyak itu tak, urung hanya menumpuk atau dinikmati oleh satu orang atau satu kelompok.
Langkah Kreatif
Pemilu memang bagian penting dari proses demokrasi. Karena dari sana, bakal dipilih wakil-wakil rakyat dan pemimpin bangsa ini. Meski demikian, bukan lantas menganaktirikan kepentingan rakyat yang lebih penting. Perlu upaya analisis secara cermat, teliti dan komprehensif pada faktor-faktor penyebab pembengkakan anggaran pemilu tersebut.
Selain itu, efisiensi dan efektivitas pendanaan patut dikedepankan. Ada beberapa upaya guna menghemat anggaran pemilu, di antaranya; pertama, penghematan biaya sosialisasi. Pada Pemilu 2009, sosialisasi tidak perlu secara besar-besaran karena tidak terlalu banyak perubahan substansi pemilu maupun undang-undang pemilu. Jika pada pemilu 2004, sosialisasi dilakukan secara besar-besaran sangat wajar. Pasalnya, saat itu banyak hal baru yang harus diketahui masyarakat, seperti sistem pemilu dan daerah pemilihan yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kedua, meniadakan verifikasi parpol sebagai badan hukum di Depkum HAM. Verifikasi cukup dilakukan di KPU, yaitu verifikasi menjadi peserta pemilu. Dengan demikian, anggaran verifikasi di Depkum HAM dialihkan ke KPU. Meskipun hal itu akan membuat pekerjaan KPU semakin berat.
Ketiga, mengurangi jumlah parpol peserta pemilu. Artinya, asumsi 50 parpol peserta pemilu oleh KPU dinilai terlalu besar. Dan, keempat, memperkecil jumlah TPS maupun bilik suara. Jika tadinya satu TPS hanya untuk 100 orang, maka saat ini bisa ditingkatkan menjadi 500 orang atau lebih.
Penghematan anggaran pemilu menjadi sebuah keniscayaan. Tapi, bukan berarti menghilangkan akuntabilitas, kejujuran dan transparansi. Dari pemilu yang bersih, bakal dilahirkan wakil-wakil dan pemimpin rakyat yang bersih pula, demikian sebaliknya. Nampaknnya KPU perlu berpikir ulang untuk mengajukan peningkatan anggaran pemilu 2009. Jangan sampai persoalan ini, memunculkan stigma masyarakat bahwa KPU tak lebih dari “komisi pengeruk uang !”[]
*) Agus Wibowo, Peneliti pada Forum Kajian Politik dan Pendidikan (FKPP), Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Bisnis Bali Edisi 16 Januari 2009 Akibat krisis finansial global yang diikuti pemutusan hubungan kerja (PHK), pengangguran di Indonesia mengalami kenaikan. Data Organisasi Buruh Dunia (ILO, 2009), menyebutkan sektor industri/usaha menyumbang sedikitnya 170.000 hingga 650.000orang. Jumlah itu bisa makin meroket akibat goyahnya sejumlah industri inti, yang bakal turut menyeret ratusan industri pendukung. Sebagai contoh adalah industri garmen yang membutuhkan pemasok bahan baku kain, benang, bahan kimia, logistik, sampai komponen mesin yang disebut subkontraktor. Demikian juga industri otomotif dengan jaringan pemasok komponen serta industri pulp dan kertas. Fenomena pengangguran akibat PHK, tentu saja menimbulkan keprihatinan kita bersama. Apalagi, mendekati pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di mana suhu politik tengah memanas. Tingginya angka pengangguran itu — selain berbanding lurus dengan tindak kriminalitas — dikhawatirkan akan digunakan oknum terten

Publikasi di Jurnal Internasional Terindeks SCOPUS (Tahun 2018-2020)

Siron, Y., Wibowo, A., & Narmaditya, B.S. (2020). Factors affecting the adoption of e-learning in indonesia: Lesson from Covid-19. Journal of Technology and Science Education, 10(2), 282-295.  https://doi.org/10.3926/jotse.1025 Assessment of Household Happiness in Slum Environment Usingthe Expected Value Rules : Bagus Sumargo*, Zarina Akbar and Agus Wibowo Antecedents of Customer Loyalty: Study from the Indonesia’s Largest E-commerce Leadership Styles and Customer Loyalty: A Lesson from Emerging Southeast Asia’s Airlines Industry Does Entrepreneurial Leadership Matter for Micro-Enterprise Development?: Lesson from West Java in Indonesia Determinant Factors of Young People in Preparing for Entrepreneurship: Lesson from Indonesia Wardana, L.W., Narmaditya, B.S., Wibowo, A., Mahendra, A.M., Wibowo, N.A., Harwida, G., Rohman, A.N. (2020). The Impact of Entrepreneurship Education and Students’ Entrepreneurial Mindset: The Mediating Role of Attitude and Self-Efficacy. Heliyon 6 (2020) e0

Ketimpangan Ekonomi Global dan Kemiskinan

Oleh Agus Wibowo Tulisan ini dimuat Harian Pelita Edisi Rabu, 02 Desember 2009 Program pemulihan ekonomi dan pengurangan jumlah rakyat miskin, kembali menghadapi ancaman mahaberat. Sebagaimana laporan Bank Dunia mengenai perkembangan Asia Timur dan Pasifik terbaru bertajuk Transforming the Rebound Into Recovery menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia, lebih-lebih Asia Timur dan Pasifik mengalami ketimpangan selama resesi terparah sejak Perang Dunia II. Ketimpangan itu terjadi karena ekonomi China mengalami laju pertumbuhan sebesar 8,7% pada tahun 2009, sementara negara-negara di sekelilingnya hanya tumbuh sebesar 1%. China juga diproyeksikan sebagai satu-satunya negara dimana permintaan domestiknya melampaui jumlah permintaan global. Laju pertumbuhan ekonomi China itu, tentu saja berdampak negatif pada negara-negara sekelilingnya. Bahkan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara seperti Asia, Amerika Serikat, kawasan Euro dan Jepang mengalami penurunan selama 3 kuartal. Hanya bebera