Dimuat Jurnalnet.com (Jogja, 06/01/2008 - 16:03 WIB)
Judul buku : Gusti Ora Sare
Penulis : Pardi Suratno dan Henniy Astiyanto
Penerbit : Adi Wacana
Cetakan : Pertama, 2004
Tebal : xxxi + 264 halaman
“Wong jawa Nggone semu”. Ungkapan ini berarti orang Jawa itu peka terhadap bahasa lambang. Dalam pergaulan orang jawa selalu menyatakan semua keinginan, pendapat, tujuan dan tindakannya tidak secara terbuka —secara simbolis— kepada orang lain. Dalam hubungan ini, orang lain-lah yang harus memahami keinginan apa yang ada dibalik pernyataan orang tersebut.
Masyarakat Jawa cenderung berorientasi pada upaya menciptakan hubungan yang rukun dan harmonis. Oleh sebab itu, dalam pergaulan dituntut adanya pengertian seseorang terhadap sikap, pikiran, gaya hidup, dan hal-hal lain yang terkait dengan orang lain. Setiap orang dituntut pemahaman mendalam pada tabiat atau budaya Jawa, khususnya yang terkait dengan etika pergaulan.
Karakteristik yang ditonjolkan masyarakat Jawa dalam pergaulan adalah bersifat semu atau simbolik. Semua itu dimaksudkan agar seseorang dapat memahami prilaku orang lain secara baik sehingga dapat dihindari adanya sikap antipati, tidak senang, ketersinggungan dan kemarahan yang ditimbulkan oleh cara bersikap.
Selain itu, orang jawa dituntut memiliki perasaan yang halus, kehalusan budi dalam wicara (berbahasa) dan dalam solah bawa (tindakan / tingkah laku). Berdasarkan etika jawa tersebut, seseorang perlu memiliki kepekaan, kejelian dan kecerdasan pikiran dalam menangkap maksud orang lain (hal 237).
Etika yang mengatur kehidupan masyarakat Jawa tersebut berwujud dalam ungkapan tradisional yang merupakan idialisme orang Jawa, biasa disebut Unen-unen gathuk-mathuk. Di dalamnya terdapat timbunan makna yang luhur. Hal ini merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Meskipun sebagian sudah sangat terkenal, tetapi tak sedikit pula yang belum diketahui maknanya —banyak orang yang baru mengenal keindahan estetis ungkapan— tapi belum meyakini isinya apalagi menerapkannya.
Buku ini merupakan buah karya Pardi Suratno dan Henniy Astiyanto. Keduanya telah lama berkecimpung dalam geguritan jawa. Tak heran jika keahlian tersebut mereka tuangkan dalam buku ini. Selain itu, buku ini sangat banyak manfaatnya bagi siapapun, terutama yang ingin memahami, apa dan bagaimana orang jawa beserta karakteristiknya
Meskipun banyak buku-buku yang memuat ungkapan tradisional jawa, tetapi buku ini berhasil menyajikan ungkapan tradisional jawa dengan analisis yang mendalam. Pembaca akan memperoleh pencerahan bathin setelah membaca buku ini. Apalagi, buku ini ditulis oleh seorang pengamat jawa, pelaku dan peneliti budaya jawa. Jadi ketiganya menjadi lengkap dan sublim dalam buku ini. Dalam konteks degradasi moral bangsa saat ini, buku ini layak dijadikan pijakan bagi pendidikan budi pekerti anak bangsa ini.[]
*) Penggiat Komunitas Aksara Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar