Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2008

Menjadi ibu yang bijak

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Jogja Edisi Senin, 22 Desember 2008 Kaum ibu adalah manusia luhur dan mulia. Mereka adalah pahlawan, yang jasanya teramat besar. Sikapnya yang tegar, welas asih, penyabar dan penuh kasih sayang, mampu melahirkan para kesatria, srikandi, atau generasi pilihan yang kreatif, penuh inisiatif, bermoral tinggi, bervisi kemanusiaan, beretos kerja andal, dan berwawasan luas. Kaum ibu juga memiliki andil cukup besar dalam pembentukan kepribadian anak. Merekalah orang pertama yang mula-mula memperkenalkan, menyosialisasikan, menanamkan, dan mengakarkan nilai-nilai agama, budaya, moral, kemanusiaan, pengetahuan, dan keterampilan dasar, serta nilai-nilai luhur lainnya kepada sang anak. Begitu agung dan mulianya sosok ibu, sampai-sampai dalam sejumlah literatur dan karya sastra klasik, mereka digambarkan punya 'tuah' atau kekuatan gaib yang bisa menghukum anak durhaka. Misalnya dalam legenda Maling Kundang, Sangkuriang, Danau Toba dan sebagainya. Tugas Berat M

Mengukur Efektifitas Fatwa Golput

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Joglosemar Edisi Rabu, 18 Desember 2008 Seruan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hidayat Nur Wahid, agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terhadap golongan putih (golput), sepintas positif. Fatwa itu dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, serta menekan laju peningkatan angka golput pada pemilu 2009. Sebelumnya, ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar (Cak Imin), juga meminta agar MUI mengeluarkan fatwa haram memilih partai-partai kecil dengan alasan mubazir Pertanyaan yang muncul kemudian, seberapa efektif fatwa haram itu? Langkah-langkah apa saja yang mesti dilakukan pemerintah untuk menekan laju peningkatan angka golput? Pertanyaan itu menjadi penting diajukan. Pasalnya, jika angka golput semakin tinggi kerugian yang ditimbulkan tidak sedikit. Kerugian itu tidak hanya aspek materi seperti kertas suara, tinta, dan perangkat pemungutan suara yang mubazir. Lebih dari itu, golput akan menguran

Penegakan HAM dan Demokrasi

Oleh Agus Wibowo * Dimuat Harian Suara Merdeka Edisi Rabu, 03 Desember 2008 SEPEKAN lagi, 10 Desember 2008, kita akan memperingati 60 tahun Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Momentum itu, mestinya digunakan untuk merefleksi sekaligus timbang ulang seberapa jauh upaya penegakan HAM telah dilakukan di negeri ini. Secara historis, pengakuan HAM kali pertama tertuang dalam Universal Declaration of Human Right 10 Desember 1948, di Amerika Serikat (AS). Upaya itu diikuti oleh beberapa negara penganut demokrasi, seperti Inggris dengan Bill of Right (1968), Prancis dengan Declaration des Droits de IĆ­homme Et du Citoyen (1789), dan AS dengan Bill of Rights (1971), yang mencakup sepuluh rumusan HAM. Langkah itu selanjutnya mendapat dukungan PBB —melalui Dewan HAM— dan mengistruksikan kepada seluruh anggotanya untuk melindungi hak asasi warganya tanpa pandang bulu. Pertanyaanya kemudian, mengapa HAM perlu dilindungi dan mendapat pengakuan? Bagaimana upaya penegakan HAM di Indonesia

Kaum difabel juga manusia

Oleh Agus Wibowo * Dimuat Harian Solopos Edisi Rabu,03 Desember 2008 Kaum difabel adalah kelompok minoritas di negeri ini. Badan Pusat Statistik (BPS, 2006) menyebut jumlahnya hanya sekitar 10% dari 250 juta total penduduk Indonesia. Wajar jika keberadaan mereka kurang direspons secara positif, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Mereka sering mendapat perlakuan diskriminatif di berbagai aspek kehidupan, entah di bidang pendidikan, politik, sosial, olahraga, budaya dan sebagainya. Tak jarang sebuah keluarga menyembunyikan anggotanya yang difabel, untuk menghindari rasa malu lantaran menganggapnya sebagai aib yang bisa merusak citra keluarga. Pertanyaannya kemudian; apa yang memicu perlakuan diskriminatif itu? Sampai sejauh mana upaya pemerintah memperbaiki martabat kaum difabel? Langkah apa yang harus dilakukan pemerintah untuk melindungi kaum difabel? Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi penting diajukan, pasalnya, kaum difabel adalah warga negara yang suaranya juga turut menyumbang