Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2008

Kearifan Kultural Tradisi ”Nyadran”

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Sinar Harapan, 31 Agustus 2008 Bagi masyarakat Jawa, bulan puasa atau Ramadhan merupakan bulan yang suci dan sakral. Mereka yang memeluk agama Islam, sebulan penuh melakukan kewajiban puasa dan ibadah-ibadah lainnya, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena anggapan suci dan sakralnya bulan puasa itu, jauh hari mereka mempersiapkan sebaik-baiknya kondisi fisik dan kondisi rohani melalui tradisi sadranan atau nyadran. Tradisi nyadran ini dilakukan secara turun-temurun. Sebagaimana ritual dalam penanggalan Jawa lainnya, seperti Suranan, Muludan, dan Syawalan, esensi nyadran adalah memanjatkan doa kepada Tuhan agar diberi keselamatan dan kesejahteraan. Kita akan menemukan nuansa magis dan unik dalam ritual nyadran. Keunikannya, selain menggunakan uba rampe tertentu, nyadran dilakukan di situs-situs yang dianggap keramat dan dipercaya masyarakat lokal bisa makin mendekatkan dengan Yang Kuasa. Tempat-tempat itu biasanya berupa makam lel

Makna Kemerdekaan Dalam Pendidikan

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Pikiran Rakyat, Edisi 18 Agustus 2008 Baru saja kita memperingati 63 tahun kemerdekaan Indonesia. Momentum itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya guna merefleksikan apa saja yang sudah dilakukan untuk bangsa, sembari memikirkan solusi untuk keluar dari jeratan krisis.Tidak kalah pentingnya, perlu dilakukan penyegaran sekaligus pembaruan model peringatan kemerdekaan, dari sekadar seremonial tanpa makna menjadi spirit yang membangun semangat nasionalisme dan kebangsaan. Pembaruan dan penyegaran itu, salah satunya bisa dilakukan dengan membenahi sistem pendidikan bangsa. Mengapa demikian? Karena sistem pendidikan saat ini, telah melenceng jauh dari cita-cita para pendirinya (founding father), khususnya pada masa-masa prakemerdekaan. Sejarah membuktikan bahwa pendidikan memberi kontribusi yang besar dalam membidani kelahiran kemerdekaan. Melalui pendidikan, tokoh seperti R.A. Kartini, R. Dewi Sartika, K.H. Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara, dan Teuku Moh. Syafe

Kemitraan ASEAN di Era Global

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Suara Pem baruan, Edisi 6 Agustus 2008 ebentar lagi kita akan memperingati genap 41 tahun berdirinya ASEAN. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, ASEAN mestinya sudah mampu mewujudkan cita-cita para founding father, khususnya menyangkut kerja sama bilateral yang menguntungkan anggotanya. Harapan itulah yang disandarkan pada peringatan ulang tahun kali ini. Pertanyaannya kemudian, apakah ASEAN benar-benar menjadi rumah yang nyaman sekaligus menguntungkan bagi anggotanya? Ini menjadi bahan renungan para pemangku kebijakan, jangan sampai ASEAN hanya menjadi penindas anggotanya. Harus diakui, kawasan ASEAN dengan penduduk sekitar 580 juta, merupakan pasar potensial yang selalu diincar para investor dan korporasi-korporasi besar dunia. Tentu saja demi keuntungan finansial dan ekspansi produk-produk industrinya. Itu dapat kita lihat dengan berbagai produk Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, India, Amerika Serikat, dan sebagainya menyerbu Asia Tenggara. Tidak dimu

Makna Kemerdekaan di Era Global

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Bali Pos, Edisi 4 Agustus 2008 SEBENTAR lagi, kita akan memperingati genap 63 tahun Kemerdekaan Indonesia. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, negara ini mestinya sudah mampu mewujudkan cita-cita kemerdekaan bagi seluruh rakyatnya, sebagaimana diamanatkan para founding father. Harapan itulah yang disandarkan pada peringatan ulang tahun kali ini. Pertanyaannya kemudian, apakah negara kita benar-benar merdeka dan lepas sama sekali dari penjajahan bangsa lain? Secara fisik, memang kita sudah berdaulat dengan memiliki pemerintahan yang tertata dengan solid. Tetapi secara ideologi, teknologi dan ekonomi, kita justru lebih menderita ketimbang penjajahan sebelumnya. Keadaan ini tidak lepas dari kebijakan ekonomi liberal dan perdagangan pasar bebas, yang diamini pemegang kekuasaan. Melalui kebijakan itu, tanpa kita sadari, Amerika Serikat (AS) dengan beberapa perusahaan raksasanya berhasil menguras habis kekayaan alam negeri ini. Tiap hari ribuan

Sekolah Kejuruan BukanPabrik Kuli

Oleh Agus Wibowo Harian Suara Karya, Jumat, 1 Agustus 2008 "Pemerintah sebagai pemegang kebijakan (policy maker) perlu segera membenahi sistem pendidikan SMK. Landasan filosofis harus dibuat dengan saksama." Pada musim penerimaan siswa baru (PSB) tahun ini, sekolah menengah kejuruan (SMK) kebanjiran peminat. Di Yogyakarta, misalnya, dari 14 SMK negeri dan swasta yang membuka PSB online, telah dipenuhi pendaftar. Misalnya di SMK Negeri 6, tercatat 548 pendaftar dari 468 kursi yang tersedia. Padahal, pada PSB tahun lalu hanya tercatat 500 pendaftar (SK, 7/7/2008). Di Kota Bandung, berdasarkan rekapitulasi PSB online yang dilakukan dinas pendidikan setempat, tercatat sebanyak 1.118 pendaftar, dari 360 kuota yang disediakan. Jika ditotal secara keseluruhan, pendaftar mencapai 11.066 dari 15 SMK yang ambil bagian. Jumlah itu melebihi tahun sebelumnya yang hanya 777 orang. Sebaliknya, kondisi memprihatinkan dialami sekolah menengah nonkejuruan (SMA/MA). Hingga akhir masa PSB, seko